TOP! Aku Mencintaimu Bahkan Saat Kau Tak Lagi Percaya Reinkarnasi

Senja meneteskan warna lembayung di atas Kota Chang'an, sama persis seperti senja malam itu, ratusan tahun lalu, ketika darah membasahi sutra yang ia kenakan. Lin Yue, dulu dikenal sebagai Putri Hua Ying, merasakan hantaman kenangan pahit itu seperti cambuk di punggungnya. Cinta Kaisar, sebuah janjinya, berubah menjadi jeratan yang meremukkan. Kekuasaan, yang seharusnya melindunginya, justru mengkhianatinya.

Kini, dalam reinkarnasi yang ia ragukan keberadaannya, Lin Yue bukan lagi seorang putri. Ia adalah seorang pelukis jalanan, bayangan dari kemegahan masa lalu. Tangannya yang dulu memegang kuas emas kini menggoreskan kapur di atas batu dingin. Namun, ada sesuatu yang tidak berubah. Di balik tatapan teduhnya, bersembunyi ketegasan baja. Di balik senyum ramahnya, terukir dendam yang tidak berteriak, tetapi membara dalam diam.

Setiap guratan kapurnya adalah doa, setiap lukisannya adalah mantra. Ia tidak ingin menghancurkan istana atau menumpahkan darah. Tidak. Ia ingin menghancurkan keyakinan mereka. Keyakinan akan kekuasaan abadi, keyakinan akan cinta yang tulus, keyakinan akan kebenaran yang mereka ciptakan sendiri.

Suatu hari, ia bertemu dengan seorang pria. Zhao Wei, seorang pengusaha muda yang tampan dan sukses, namun matanya menyimpan kesedihan yang sama dalamnya dengan samudra. Zhao Wei, yang entah bagaimana, mengenali sesuatu dalam diri Lin Yue yang bahkan ia sendiri belum sepenuhnya pahami.

Zhao Wei adalah reinkarnasi dari Jenderal Li Wei, sahabat Hua Ying yang diam-diam mencintainya. Di kehidupan itu, Li Wei gagal melindunginya. Di kehidupan ini, ia bertekad untuk menebus kesalahannya.

Cinta mereka tumbuh perlahan, seperti bunga teratai yang mekar di atas lumpur. Lin Yue ragu. Ia takut mencintai lagi, takut mempercayai lagi. Setiap sentuhan Zhao Wei adalah pengingat akan masa lalunya, namun juga harapan akan masa depan. Zhao Wei tidak memaksa. Ia bersabar, mencintai Lin Yue dengan ketulusan yang melampaui waktu dan reinkarnasi.

Lin Yue mulai melukis lagi, kali ini bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi untuk mengungkapkan perasaannya. Lukisannya menjadi cermin bagi jiwanya, menampilkan kelembutan dan kekuatan, luka dan keindahan. Lukisannya menjadi senjata, menghancurkan ilusi kebahagiaan palsu yang dibangun oleh para pengkhianat di masa lalunya – yang kini, tanpa mereka sadari, berkuasa di dunia modern.

Balas dendam Lin Yue bukan berupa amarah, melainkan ketenangan yang mematikan. Ia membongkar kebohongan mereka satu per satu, mengungkap kebusukan yang tersembunyi di balik senyum palsu dan janji manis. Ia tidak mengangkat pedang, tetapi mengangkat kebenaran.

Ketika debu pertarungan akhirnya mereda, dan para pengkhianat di masa lalunya kehilangan segalanya, Lin Yue berdiri tegak, sendirian. Zhao Wei menatapnya dengan cinta dan kekaguman. Ia tahu bahwa Lin Yue telah menemukan kedamaian, bukan dengan balas dendam, tetapi dengan penerimaan.

Ia memandang langit, senja sekali lagi mewarnai Kota Chang'an dengan lembayung. Ia tersenyum, senyum yang tulus, senyum yang tidak lagi menyimpan luka.

Dan kemudian, ia berbisik, "Akhirnya... aku menjadi ratuku sendiri, bahkan tanpa istana."

You Might Also Like: 196 Cara Face Wash Lokal Dengan Tekstur

Post a Comment