SERU! Tangisan Yang Mengisi Malam Yang Sunyi

Tangisan yang Mengisi Malam yang Sunyi

Lampu-lampu kota Shanghai berkelip bagai taburan berlian di atas beludru malam. Di apartemen mewah lantai atas, Lin Wei, dengan gaun sutra merah yang anggun menjuntai, berdiri di depan jendela besar. Senyum tipis menghiasi bibirnya, senyum yang begitu ahli menyembunyikan badai di dalam hatinya.

Dulu, senyum itu adalah miliknya. Milik cinta yang membara antara dirinya dan Zhang Wei, tunangannya. Cinta yang dulu terasa seperti ciuman matahari di musim semi, kini berubah menjadi hujan es yang menusuk tulang.

Lima tahun. Lima tahun ia mencintai Zhang Wei dengan segenap jiwa. Lima tahun ia mengabdikan diri, mendukung kariernya, menemaninya meraih puncak kesuksesan. Dan sebagai balasan… sebuah pengkhianatan. Ia menemukan foto-foto Zhang Wei bersama wanita lain, wanita yang jauh lebih muda, lebih naif.

Pelukan itu. Dulu, pelukan Zhang Wei terasa seperti rumah, tempatnya berlindung dari kerasnya dunia. Sekarang, Lin Wei merasakan racun merayapi setiap inci kulitnya. Janji-janji itu. Dulu, setiap janji Zhang Wei adalah bintang penuntun dalam kegelapan. Sekarang, janji-janji itu hanyalah belati yang menusuk jantungnya berulang kali.

Namun, Lin Wei tidak menangis meraung. Ia tidak berteriak histeris. Ia hanya berdiri di sana, sosok elegan yang terpahat dari kesabaran dan kekuatan. Ia membiarkan air mata mengalir dalam diam, membasahi pipinya yang pucat.

Ia sadar, membalas pengkhianatan dengan amarah hanya akan membuatnya sama rendahnya dengan Zhang Wei. Ia menginginkan sesuatu yang lebih. Sesuatu yang akan menghantuinya selamanya.

Rencana pun disusun dengan kehati-hatian. Bukan dengan darah atau kekerasan, melainkan dengan kecerdasan dan ketenangannya. Ia menggunakan koneksi bisnisnya, pengaruhnya di kalangan sosialita, untuk perlahan tapi pasti menjatuhkan Zhang Wei.

Perusahaan Zhang Wei mulai merugi. Investasi gagal. Nama baiknya tercemar skandal. Satu per satu, fondasi yang dibangun Zhang Wei selama bertahun-tahun runtuh di bawah kakinya.

Suatu malam, Zhang Wei datang menemui Lin Wei. Wajahnya pucat, matanya sayu. Ia memohon ampun, mengakui kesalahannya, meratapi kebodohannya.

Lin Wei hanya menatapnya dengan tatapan dingin. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya mengulurkan sebuah amplop. Di dalamnya terdapat bukti-bukti penggelapan dana yang dilakukan Zhang Wei selama ini. Bukti yang akan menjebloskannya ke penjara.

Zhang Wei terhuyung. Ia tahu, ini adalah akhir dari segalanya.

Lin Wei membiarkannya pergi, hancur dan penuh penyesalan. Ia membiarkannya hidup dengan bayang-bayang kegagalan dan rasa bersalah yang akan menghantuinya seumur hidup. Itulah balas dendam yang paling manis, sekaligus paling pahit.

Ia kembali berdiri di depan jendela, menatap kota yang ramai di bawah sana. Air mata mengalir lagi, tapi kali ini bukan hanya air mata kesedihan, melainkan juga air mata kelegaan dan… kekosongan.

Cinta dan dendam... lahir dari tempat yang sama.

You Might Also Like: Seru Dendam Itu Memeluk Sebelum

OlderNewest

Post a Comment